Tidaklah berlebihan jika suporter dikatakan sebagai pemain ke-12. Karena pada dasarnya, kekuatan yang dimiliki massa dalam setiap sejarah peradaban tidaklah dapat di pungkiri lagi. Kemudian, jika kita melihat keberagaman dan nyanyian serta sorak sorai yang dikumandangkan, jika anda pernah sekali saja berada dalam stadion Kanjuruhan ketika penuh sesak dengan Aremania yang sedang memberikan pada team kebanggaannya Singo Edan di lapangan, maka saya yakin akan timbul ledakan emosional pada diri anda. Perasaan haru biru, kebanggaan, terlarut dalam emosional yang dalam, ibarat anda adalah seorang penggemar orkestra yang sedang menyaksikan orkestra terbaik dengan lagu-lagu klasik terbaik dan lakon terbaik pula.
Belum lagi teriakan yel aba-aba, tabuhan genderang dan teriakan komando sebagaimana layaknya serdadu dalam peperangan. Mengutip apa yang ditulis oleh YB. Mangun Wijaya (alm) dalam "Tentara dan Kaum Bersenjata" yang pada bagian awal bukunya banyak mengupas tentang apa yang dilakukan Hitler terhadap Serdadu Nazi. Melihat Hitler sendiri, disamping kemampuan strateginya, kemampuan lain yang paling utama yang dimiliki oleh seorang Adolf Hitler adalah kemampuan berorasi. Sebagai seorang orator yang ulung, dia memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mengendalikan psikologi massa. Di negeri ini, kita memiliki seorang Soekarno. Dimana, siapapun yang duduk mendengarkan orasi beliau akan terpuakau dan jatuh cinta pada pendengaran pertama. Kembali kepada Adolf Hitler, dia sangat menyadari keahliannya sebagai seorang orator ulung. Dan dia memiliki strategi dalam mempengaruhi massa. Secara psikologis, massa akan cenderung takjub melihat sesuatu yang anggun dan gagah, hal inilah yang dia bangun pada bala tentara Nazi. Dia penuhi segala kebutuhan atribut, lencana dan senjata, hal ini nampak sekali jika kita menyaksikan film Stallingard, perbedaan yang kontras sangat terlihat bagaimana cara berpakaian serdadu Jerman dan Rusia. Setelah dia lengkapi segala kebutuhan tersebut, dia kerahkan orang untuk melatih para serdadu keahlian dan ketrampilan menggunakan senjata (senam senjata). Dan dia kumpulkan massa dalam satu stadion untuk menyaksikan atraksi para serdadu tersebut berbaris dengan sepatu lapangan hingga menimbulkan bunyi yang menggetarkan, ketrampilan menggunakan senjata dan sekali-sekali di gerakkan hingga menimbulkan bunyi secara bersamaan. Dapat anda bayangkan jika anda berada dalam stadion tersebut, histeria, teriakan, dan tepukan tangan massa akan berbalik memberikan semangat serdadu yang beratraksi, sehingga dua kekuatan tersebut akan saling mendukung. Namun, tanpa disadari, damapak yang timbul adalah fanatisme massa yang menyaksikan kepada kekuatan serdadu dan kepercayaan serta kecintaan terhadap Fuhrer, sang pemimpin. Sebaliknya, apresiasi yang tinggi dari massa akan menimbulkan dampak yang sama terhadap serdadu, kepercayaan diri, dan kecintaan terhadap massanya menjadi semakin tinggi. Ya, sihir inilah yang dimainkan oleh seorang Adolf Hitler.
Kembali ke Stadion Kanjuruhan, dan Aremania yang memberikan dukungan kepada Singo Edan. Tentu saja, kondisi di Kanjuruhan tidak dapat disamakan dengan sihir Hitler. Akan tetapi, saya mencoba menarik benang merah dari psiklogi massa yang terbangun dan loyalitas pemain yang timbul. Saya lebih cenderung melihat Aremania di Kanjuruhan sebagai sebuah orkestra raksasa yang memberikan sihir yang lain. Jika pada orkestra biasa, sihir yang ditampilkan akan berdampak pada perasaan haru terhadap audiencenya. Akan tetapi, jika kita melihat yang terjadi di Kanjuruhan, yang terjadi justru sebaliknya, alunan nada yang ditampilkan orkestra raksasa bernama Aremania itu justru menimbulkan semangat tanding yang tinggi dan energi tambahan bagi para pemain. Sebaliknya, bagi team lawan, yang mereka rasakan justru sebaliknya, jika para pemain lawan tidakmemiliki mental bertanding dan mental juara yang tinggi, yang terjadi adalah rasa kecil hati dan merasa kalah sebelum bertanding. Hal ini sangat berbeda dengan jika orkestra raksasa itu menyanyikan lagu yang menyudutkan, menghina dan mencaci team lawan, yang timbul justru semangat dan mental bertanding yang tinggi akibat membela harga dirinya. Itu pula sebabnya, mengapa suporter yang banyak menyanyikan lagu sumbang justru berbuah boomerang bagi teamnya sendiri.
Oleh karena itu, tulisan ini sekaligus memberikan himbuan kepada nawak-nawak untuk terus menyanyikan lagu yang mendukung dan membuang lagu-lagu rasisme. Salam 1 Jiwa (lek.)
posted on : http://lapanganrumput.wordpress.com/2010/06/15/orkestra-raksasa-itu-bernama-aremania/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak Komen....