Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI, Indonesia
Abdullah Hariri (Hamba Allah yang lembut) demikian bapakku berharap seperti apa aku. Kakekku yang bijakpun tak lupa menyertakan harapannya terhadapku dengan menghadiahkan sebuah nama Moenir (yang bersinar terang). Lahir dan besar di tanah pemberani, dibesarkan oleh seorang penjual minyak tanah yang bijak,menjadi piatu sejak usia 2 tahun, namun tak pernah lepas dari kasih sayang orang tua...

18 Juli 2011

ISL, LPI, Merger or No?

Beberapa saat terakhir ini, di social media sedang ramai di bicarakan pro dan kontra wacana merger antara klub Liga Super Indonesia (LSI/ISL) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Wacana ini bermula dari pernyataan Komisaris Persebaya 1927 yang juga salah satu penggagas LPI Saleh Mukaddar sebagaimana dilansir oleh Tempo Interaktif. Dalam wawancaranya Saleh Mukaddar menyampaikan "Pasti (LPI) dihentikan. FIFA melarang ada dua liga dalam satu negara," dan sebagai gantinya PSSI segera membentuk liga baru untuk penggabungan ISL dan LPI. Lebih lanjut saleh mengungkapkan bahwa bagi daerah yang telah memiliki klub yang sudah berbentuk PT, maka penggabungan akan mudah dilakukan. Misalnya Persipura akan digabung dengan Cendrawasih FC, kemudian Semen Padang dengan Kabau Padang, Jakarta FC dengan Persija, Batavia Union dengan Persitara, Persib dengan Bandung FC, dan PSB dengan Bogoraya.

Yang menarik dari wawancara diatas adalah ketika Saleh (disebutkan di berita) sebagai salah satu penggagas LPI mengatakan bahwa "FIFA melarang ada dua liga dalam satu negara". Pernyataan tersebut tentunya menjadi tanda tanya yang amat besar bagi kita semua, kalau memang beliau memahami bahwa FIFA melarang ada dua liga dalam satu negara, lantas dengan pertimbangan apa beliau menggagas liga ketika sudah ada liga yang berjalan?.

Wacana penggabungan 2 atau beberapa club yang berada dalam satu kota dan berada dalam liga yang berbeda ini tentunya menarik perdebatan pro dan kontra. Sebelumnya, team Promosi Persiba Bantul dengan tegas menolak wacana penggabungan ini sebagaimana dilansir dalam web komunitas suporternya Paserbumi Online disampaikan melalui Wakil Manager bidang Operasional, Bagus Nur Edi Wijaya, secara tegas menolak. “Ini masalah rasa keadilan. Persiba butuh 10 tahun, dari Divisi III untuk bisa masuk ISL. Belum lagi puluhan Milyar Rupiah dana yang kita habiskan hingga sekarang,” ujar Bagus, Senin (11/7). Dari sisi keadilan memang jelas amat timpang. Bagaimana mungkin, tim yang baru kemarin sore berdiri, ujug-ujug masuk ke kasta tertinggi Sepakbola Indonesia. Seakan tak sebanding bila mengingat keringat, darah hingga cidera para pemain yang telah membela skuad Laskar Sultan Agung. Penolakan lain juga disamaikan oleh komunitas suporter pendukung Sriwijaya FC, yaitu Singamania melalui akun twitternya @SingaManiaSFC Hrs ada jalan keluar yg terbaik utk kompetisi di tanah air,wacana merger sangat tidak relevan & mencederai semangat sportivitas dlm olahraga. Sedangkan komunitas suporter JakMania pendukung Persija Jakarta melalui akun twitternya @JakOnline juga dengan tegas melakukan penolakan terhadap wacana merger ini.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (PerMenDagri) No. 1 Tahun 2011 tentang APBD yang mengatur pelarangan alokasi APBD untuk Club Sepak Bola menjadi salah satu pertimbangan lain disamping adanya larangan dua liga dalam satu federasi. Sebelumnya pada tahun 2006 juga sudah dikeluarkan peraturan sejenis dengan bahasa yang kurang lugas. Artinya bahwa sosialisasi dari pelarangan dana APBD untuk Club Sepakbola telah dilakukan sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Sehingga diyakini club juga sudah melakukan persiapan-persiapan dalam rangka pelaksanaan peraturan tersebut. Mayoritas club ISL yang memang masih menggunakan dana APBD sebenarnya perlahan-lahan sudah mulai berkurang. Pada musim kompetisi 2010/2011 club non APBD bertambah satu lagi dengan masuknya Semen Padang sebagai team promosi. Sementara itu, disamping Arema Indonesia yang sejak awal berdirinya tidak pernah menggunakan dana APBD, Persib Bandung melalui PT. Persib Bandung Bermartabatnya juga sudah melakukan upaya-upaya untuk lepas dari cengkraman APBD, belum lagi Pelita Jaya Karawang yang juga alumni Galatama juga sudah sejak lama tidak menggunakan dana APBD. Artinya, dalam kondisi yang berubah, sebagaimana makhluk hidup, club akan melakukan berbagai macam penyesuaian dan usaha untuk tetap survive, sebagaimana teori Charles Darwin yang berlaku untuk makhluk hidup, pada club pun perilaku dan kebiasaan akan mengalami perubahan. Terlebih lagi bagi club2 yang memiliki basis suporter kuat seperti Persija Jakarta, Persiba Bantul yang baru lolos promosi, Persipura Jayapura, Sriwijaya FC, Semen Padang, dan hampir seluruh club peserta ISL lainnya.

Suporter adalah stake holder sesungguhnya dalam dunia sepakbola. Dalam wacana sepakbola Industri, antusiasme suporter adalah kebutuhan yang mutlak. Lihat saja club2 dari negara industri sepakbola maju seperti Inggris. Liverpool, Arsenal, Manchester United, dan club2 lainnya dari Premiere League ketika jeda kompetisi melakukan tour/kunjungan ke beberapa negara diluar benuanya untuk melakukan kunjungan dan penguatan basis-basis suporternya yang ada di luar Inggris dan Eropa. Dapat dimaklumi bahwa dari penjualan hak siar televisi, penjualan merchandise, club bisa mendapatkan pemasukan yang cukup besar disamping dari penjualan tiket stadion. Dengan demikian dapat ditarik satu benang biru bahwa Besarnya dukungan suporter akan berbanding lurus dengan besarnya potensi bisnis. Perencanaan bisnis yang seksama, strategi penggalian pos-pos pemasukan melalui berbagi sektor, upaya-upaya untuk menggaet sponsor dan sumber pemasukan lainnya memang perlu disusun secara cermat dan sistematis. Namun secermat dan sistematis apapun, hal tersebut dilakukan,jika tidak memiliki pasar akan percuma saja. Dalam dunia industri sepakbola, Suporter adalah pasar.

Konsep industrialisasi sepakbola yang ditawarkan oleh LPI memang menarik, proporsi pembagian saham Liga, dana sponsorship, hak siar televisi dan berbagai potensi pemasukan lainnya yang lebih berat kepada Club memberikan rasa adil bagi masing-masing club, karena bagaimanapun juga dalam piramida suatu liga, yang mengeluarkan biaya besar adalah club. Club membutuhkan biaya untuk mengontrak dan menggaji pemain, operasional pertandingan home dan away, an biaya-biaya lainnya. Oleh karena itu, proporsi pembagian pemasukan dengan lebih besar kepada club adalah suatu hal yang menarik. Namun yang patut dipertanyakan adalah dengan basis massa penonton yang tidak besar seberapa besarkan pemasukan yang didapatkan? Berbeda dengan ISL yang data penonton langsungnya selalu terupdate setiap pertandingan, hingga putaran pertama usai, statistik data penonton masih belum dapat disimak di web resmi LPI . Namun dari pertandingan disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Indosiar pada putaran pertama yang lalu, dapat disimak bahwa selain pertandingan home Persebaya 1927, PSM Makassar, Persibo Bojonegoro dan Bali Devata dapat disaksikan bahwa rata-rata kurang dari 10% kapasitas stadion terisi. Bahkan Persema Malang sampai menghadirkan Cheer Leader untuk memberikan daya tarik tontonan, namun hal tersebut masih belum mampu mengundang penonton lebih banyak ke Stadion.

Bisnis Sepakbola bukanlah bisnis olah raga, namun bisnis tontonan. Olah Raga Sepakbola adalah sportifitas, bukan bisnis. Yang dibisniskan adalah tontonan dan hiburannya. Oleh karena itu, faktor penonton baik yang datang langsung ke stadion maupun melalui televisi adalah hal yang sangat penting. Seberapa besar jumlah penonton dan penggemar sebuah club akan menjadi bahan pertimbangan yang mendasar bagi pihak investor dan sponsorship untuk bekerjasama, hal ini menjadi hal yang sangat bisa dimaklumi karena akan terkait dengan seberapa besar branding sponsor mereka akan terpasarkan. Memberikan investasi ataupun pinjaman kepada club pun juga akan mempertimbangkan faktor sponsorship. Lihat saja bagaimana kekhawatiran komunitas Persibo Bojonegoro (Boromania) yang disampaian dalam tweetnya "@Bor0_Mania Persibo masuk LPI sudah Profesional? "saya" kira belum. Lepas dari APBD tetapi masih memakai pinjaman konsorium. " (Tweet 17 Juli jam sekitar 23.00), menjawab pertanyaan followernya, lebih lanjut mereka menyatakan "@Boro_Mania @super26hery Persibo dapat pinjaman kurang lebih 25 M, bagaimana bisa mengembalikan duit segitu padahal penonton di stadion berkurang." Dari hal tersebut dapat disimak bahwa ada kekurangcermatan dalam merencanakan strategi bisnis dan investasi LPI kepada masing2 club.

Disamping itu, permasalah juga akan dihadapi oleh kubu LPI dan masing-masing clubnya jika wacana merger direalisasikan. Sebagaimana disampaikan di awal peluncuran liga bahwa kontrak pemain oleh club mengacu pada kontrak pemain di negara-negara maju, yaitu dengan menggunakan kontrak jangka panjang (lebih dari 1 musim). Disamping itu, putaran penuh kompetisi yang belum rampung tentunya juga masih meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada pihak sponsorship dan stasiun televisi penyiar yang tentunya sebelumnya juga sudah melakukan kontrak secara profesional, dan sebagai liga profesional tentunya durasi kontraknya juga tidak mungkin kurang dari satu musim. Terlebih lagi kontrak dengan sponsor-sponsor besar seperti Coca Cola, Microsoft, dan perusahaan kelas dunia lainnya yang bisa dipastikan memiliki jajaran team legal yang kuat dan berpengalaman, sehingga tidak mungkin asal dan memiliki celah hukum yang mudah untuk diakali dalam menyusun kontrak.

Besarnya pinjaman keuangan yang diberikan oleh konsorsium LPI kepada club yang begitu besar juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bahkan oleh komunitas suporter peserta kompetisi LPI. Hal ini tentunya juga akan menjadi pertanyaan jika dilakukan merger, apakah pinjaman itu juga akan turut menjadi kewajiban bersama atau sepeti apa? Jika profesionalisme dan kemandirian yang dikedepankan, maka tanpa dilakukan merger, jajaran kepengurusan PSSI Baru yang diisi oleh kalangan intelektual dan akademisi tentunya memiliki segudang pengalaman untuk melakukan pelatihan dan transformasi wacana terkait dengan pengelolaan club berbasis industri kepada masing-masing club, disamping itu juga dengan melakukan perubahan system kompetisi yang selama ini berlaku di ISL, melakukan pendampingan dan supervisi kepada masing-masing club untuk bisa menuju club yang mandiri. Proses edukasi dan advokasi adalah proses yang biasa direncanakan dan dijalankan oleh akademisi, oleh karena itu, saya yakin bahwa wacana merger yang merupakan pemikiran yang dangkal dan kurang mendasar akan menjadi wacana yang tidak akan masu ke dalam kerangka berfikir para kaum akademisi yang berada di jajaran pengurus teras PSSI Baru.

posted on : http://aremasenayan.com/2011/07/18/isl-lpi-merger-or-no.php

12 Juli 2011

Sejuta Pesona Arema Indonesia

Umurnya memang belum sepanjang kebanyakan klub mantan perserikatan yang berdiri sejak awal masa berdirinya PSSI, namun antusiasme masyarakat bukan hanya dari Malang Raya atau masyarakat asli Malang Raya yang merantau di tempat lain yang memberikan dukungannya untuk team berlogo Singa ini. Jargon Tidak Kemana-mana tapi dimana-mana bukan hanya isapan jempol, lihat saja ketika kami selesai mendukung Arema Indonesia menghadap Persijap Jepara di Jepara (8 Juni 2011), ketika perjalanan kembali ke Jakarta kami mendapat tumpangan dari rombongan Aremania Wonosobo. Yang mengejutkan adalah fakta bahwa seluruh peserta rombongan Aremania Wonosobo yang memenuhi sebuah minibus tidak satupun warga asli Malang Raya, 100% anggota komunitas Aremania Wonosobo adalah warga Wonosobo asli yang menurut nawak-nawak Aremania Wonosobo sendiri mendapatkan panggilan hati untuk menjadi seorang Aremania.

Membludaknya dukungan terhadap Arema Indonesia dari berbagai tingkatan masyarakat di Tanah Air adalah bukti bahwa Arema Indonesia memiliki sejuta pesona. Karakter “Singo” yang dibawa arek-arek Malang, loyalitas, kreatifitas, dan sportifitas yang dicontohkan oleh Suporter Aremania juga menjadi salah satu faktor pendukung semakin besarnya dukungan bagi team lokal asal Malang ini. Belum lagi di dunia internasional, sebagai contoh pergilah ke Chili, sebagian masyarakat awam disana akan bertanya jika anda mengatakan berasal dari Indonesia, tapi mereka akan menyambut hangat ketika anda mengucapkan kata Arema.

Melihat fenomena tersebut, seharusnya Arema Indonesia juga memiliki pesona yang sama bagi sponsorship dan investor sehingga kasus krisis keuangan yang berulang setiap tahunnya tidak perlu terjadi. Sejak awal musim ini saja, Arema Indonesia yang saat ini operasional pengelolaannya dilaksanakan oleh PT. Arema Indonesia dibawah Yayasan Arema hampir selalu menunggak gaji pemain. Pembayaran gaji yang dilakukan tidak pernah tuntas dan selalu meninggalkan jejak hutang gaji sebelumnya. Hengkangnya Pierre Njanka setelah pertandingan melawan Persija Jakarta pada 9 Januari 2011 lalu seharusnya dijadikan alat evaluasi bagi pengurus dan pengelola Arema. Dengan tunggakan gaji 3 bulan, pemain berhak untuk meninggalkan club tanpa kompensasi apapun. Namun, pada kenyataannya masalah tunggakan gaji ini masih juga berlanjut pada bulan-bulan berikutnya.

Hal ini menjadi kebingungan tersendiri bagi Aremania melihat bagaimana team dengan potensi seperti Arema Indonesia bisa berada dalam kondisi krisis keuangan terus menerus seperti ini. Sinyalemen dan statement pembayaran gaji seolah-olah hanya sebuah bualan terus menerus yang didengungkan oleh pengurus namun tak kunjung direalisasikan. Apakah memang benar tidak ada satupun sponsor dan investor yang berminat terhadap Arema Indonesia? Ataukah ada hal-hal lain yang menghalangi masuknya Investor ataupun Sponsorship ke tubuh team kebanggaan Aremania ini?
Kabar akan masuknya Bakrie sebagai Investor baru Arema Indonesia beberapa saat yang lalu sempat meramaikan media. Berbagai tanggapan pro dan kontra baik dari kalangan Aremania sampai dari pihak-pihak yang tidak punya kapasitaspun meluncur. Melihat dari kedekatannya secara emosional seperti yang pernah disampaikan melalui sebuah kultwit oleh @AremaniJogja beberapa hari yang lalu, bahwa sejak berdirinya Arema, Bakrie memang memiliki kedekatan dengan Arema. Peran serta Bakrie dalam mendukung Arema terutama dari segi pendanaan bukan hanya kali ini saja, namun sudah berlangsung sejak berdirinya Arema pada 1987. Bahkan, pada musim ini, Bakrie Group juga masuk sebagai Sponsor Arema melalui 2 anak perusahaannya yaitu Ijen Nirwana dan Surabaya Post yang logonya melekat di Jersey pemain Arema Indonesia. Kegilaannya terhadap Sepakbola memang bukan barang baru bagi masyarakat sepakbola di Indonesia, pembelian beberapa club di luar negeri menjadi pertanda akan hal ini. Belum lagi kepemilikannya terhadap Pelita Jaya yang sudah berlangsung sejak masa kompetisi Galatama. Secara prestasi, Pelita Jaya memang tidak prestisius seperti club-club besar lainnya, juga tidak Royal dalam membelanjakan pemain. Namun, munculnya pemain-pemain muda berbakat secara terus menerus menjadi satu indikasi bahwa ada proses pembinaan dan pelatihan yang berjalan.
Setelah 1-2 Minggu yang lalu kabar akan masuknya Bakrie sebagai investor Arema sempat meramaikan media, bahkan dikatakan prosesnya sudah mencapai 95% deal seolah-olah termentahkan ketika tadi malam, para pemain berkumpul di Kota batu untuk menerima pembayaran 3 bulan gaji yang tertunda. Disebutkan, sumber pembayaran gaji ini berasal dari para pengusaha Malang baik yang berada di Malang maupun di luar Malang yang peduli terhadap Arema. Yang menarik lagi, duo Nur ( Ketua Yayasan M. Nur dan Direktur Bisnis Siti Nurjannah) hadir pada acara tersebut dan seolah-olah memiliki peranan penting. Duo Nur yang selama sembilan bulan terakhir ini seolah-olah hilang ditelan bumi ketika para pemain menagih janji, akan tetapi cukup lantang berada di Barisan Kelompok 78 pada Kongres PSSI tiba-tiba saja hadir dan berperan dalam terlunasinya gaji pemain.

Wal hasil, pembayaran gaji pemainpun berbuntut panjang. Malam dibayar, paginya pengawas Yayasan Bambang Winarno yang juga Dosen FH Unibraw mengeluarkan pernyataan. Di dampingi Pelaksana Harian Abriadi Muhara dan Putra pendiri Arema (Alm. Acub Zainal) Sam Ikul, menyampaikan usulan pemecatan terhadap ketua Yayasan Arema M. Nur. Usulan ini untuk ditindaklanjuti oleh Pembina Yayasan Rendra Kresna. Hal ini menjadikan pertanyaan baru bagi Aremania, ada apakah sebenarnya dibalik ini semua. Asisten Pelatih Tony Ho dalam akun facebooknya bahkan menyatakan “LOYALITAS DIUJI OLEH SEGEPOK UANG PLASTIK BERWARNA MERAH” , bahkan dalam salah satu komentarnya dia menyampaikan lagi bahwa “MANUSIA BUTUH UANG,TP UANG BUKANLAH SE GALA2NYA APABILA INGIN MENGHIANATI PERSAUDARAAN, CUIH” .

Sejuta pesona Arema Indonesia benar-benar memabukkan. Banyak pihak yang berminat terhadap Arema Indonesia seharusnya membuat nilai tawar Arema semakin tinggi. Mudah-mudahan dugaan kami bahwa ada pihak-pihak yang mencoba mencari keuntungan atau memiliki kepentingan sendiri terhadap masuknya investor adalah hal yang salah. Mudah-mudahan hanya belum ketemu deal mekanisme yang tepat. Semoga saja, Sejuta Pesona Arema Indonesia akan mendatangkan Sejuta Sponsor dan Investor. (lek).

posted on : http://olahraga.kompasiana.com/bola/2011/06/14/sejuta-pesona-arema-indonesia/

Suporter dan Sepakbola

AREMA INDONESIA
Keberadaan Suporter tidak akan bisa dipisahkan dari Club Sepakbola. Dalam berbagai tingkatannya Club Sepakbola apakah itu ditingkatan kampung, instansi, komunitas, Kota, Negara, ataupun kelompok masyarakat yang lain selalu memiliki pendukung atau suporter seberapapun kecilnya. Dukungan dari luar lapangan oleh suporter ini memberikan tambahan semangat bagi 11 orang pemain yang berlaga di atas rumput untuk mencetak goal sebanyak-banyaknya dan menjaga gawangnya agar seminimal mungkin kemasukan bola.

Suatu hal yang menarik bahwa di Indonesia, dukungan besar terhadap sebuah team olahraga hanya terdapat pada olahraga Sepakbola, dan bukan hanya sebatas dukungan dari tribun stadion, namun kebanggaan terhadap club yang dibelanya sudah membentuk fanatisme bahkan di beberapa daerah sudah membentuk sub kulter tersendiri. Lihat saja bagaimana di daerah Malang Raya (Kotamadya Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu) tempat domisili sebagian besar Aremania (pendukung Club Arema Indonesia), Arema sudah menjadi sub kultur tersendiri. Hal ini diperluas di berbagai daerah dimana para migran asal daerah ini berdomisili, dimana pada masing-masing wilayah yang ditinggali mereka akan membentuk komunitas Aremania tersendiri di kawasannya, yang memberikan dukungan dari jauh kepada team yang dipujanya, juga memberikan dukungan kepada team Arema Indonesia ketika berlaga di wilayahnya atau wilayah yang berdekatan dengan wilayahnya, sehingga adanya slogan Arema tidak kemana-mana ada dimana-mana pun menjadi slogan yang tidak asing lagi.

Jargon loyalitas tanpa batas, gelar suporter terbaik yang pernah diberikan kepada Aremania, dan adanya kesadaran tinggi untuk menjunjung tinggi sportifitas dalam membela clubnya menimbulkan applause tersendiri bagi masyarakat asli yang berdomisili dimana para migran dari Malang Raya membentuk komunitas Aremania. Dan pada kelanjutannya, sebagian dari komunitas masyarakat lokal yang notabene kebanyakan adalah pendukung team lokal beralih mendukung Arema Indonesia dan memproklamirkan diri menjadi seorang Aremania.

Besarnya dukungan Aremania di pelosok tanah air, dan bahkan hingga di luar negeri sayangnya berbanding terbalik dengan kondisi finansial dan manajerial di Arema Indonesia. Sejak berdiri pada tahun 1987 hampir setiap tahun kendala yang sama selalu menghantui team Arema Indonesia (dulu Arema Malang). Dukungan fanatik puluhan ribu Suporter yang kerap membeli tiket dan memenuhi Stadion tempat Arema berlaga nampaknya masih belum mampu memutar roda kehidupan Team secara Maksimal. Biaya pertandingan away, gaji dan kontrak pemain, pelatih dan pegawai, serta biaya operasional lainnya masih belum tertutup oleh pemasukan dari segi tiket dan besaran sponsorship yang masuk. Pemasukan dari sektor merchandise pun nampaknya juga masih belum mampu di optimalkan bukan hanya oleh Arema Indonesia, tapi juga oleh banyak club di Indonesia. Padahal, diluar negeri pemasukan dari sektor merchandise ini menjadi salah satu andalan pemasukan club.

Jumlah puluhan ribu yang kerap hadir memberikan dukungan langsung dan juga masih banyak lagi yang tidak tertampung di Stadion serta yang masih tersebar di luar kota adalah potensi yang luar biasa bagi pengembangan bisnis club. Sektor andalan merchandise adalah kontribusi yang bisa menjadi pemasukan andalan bagi club. Namun, maraknya produksi merchandise baik itu kaos, syal ataupun yang lain menjadi faktor lain yang juga harus diperhatikan oleh pihak manajemen club, putaran ekonomi masyarakat lokal yang cukup besar karena keberadaan club adalah dampak positif yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga mau tidak mau, dari segi merchandise, club harus memikirkan ulang strategi yang digunakan agar perekonomian sebagian masyarakat yang ikut berputar dari merchandise club tidak terabaikan.

Hal lain yang bisa dioptimalkan dan sudah berjalan di beberapa negara sepakbola besar adalah konsep kepemilikan club oleh suporter. Berdasarkan konsep keanggotaan sebagaimana yang diterapkan di Barcelona FC besarnya dukungan Aremania di seluruh Indonesia dan beberapa negara lain menjadi potensi yang luar biasa untuk menjaga kesinambungan club. Dengan beranggotakan 170.000 socios Barcelona FC muncul menjadi kekuatan raksasa di dunia sepakbola. Bukan hanya dari segi prestasi, tapi Barcelona FC juga menjadi salah satu club terkaya di dunia. Barcelona berada diperingkat kedua club terkaya dengan kekayaan 398,1 Juta Euro atau sekitar Rp. 4,831 Trilliun dibawah Real Madrid dengan kekayaan 438,6 Juta Euro atau sekitar Rp 5,322 Trilliun. Uniknya Real Madrid juga club dengan basis keanggotaan dengan 100.000 socios.

Seorang socios pada club Barcelona FC berkewajiban untuk memberikan iuran sebesar 170 euro setiap tahunnya. Sebagai gambaran kapasitas stadion Home Barcelona FC Nou Camp adalah sebesar sekitar 98.000 dengan harga tiket setiap pertandingan reguler liganya sekitar 50-80 euro. Dengan perbandingan tersebut, jika Stadion Kanjuruhan (Home Arema) memiliki kapasitas sekitar 30.000 orang dan harga tiket Rp. 25.000,- maka asumsi untuk Arema Indonesia adalah sekitar 60.000 orang anggota dengan iuran sekitar Rp. 225.000,- pertahun. Dengan angka UMR Kota Malang diatas Rp.900.000 artinya untuk menyisihkan Rp. 18.750 perbulan untuk mencapai Rp.225.000 pertahun adalah angka yang cukup realistis bagi sebagaian besar masyarakat kota Malang.

Dengan mengumpulkan Rp.225.000 dari 60.000 anggota akan terkumpul senilai Rp. 13,5 M. Jumlah yang cukup besar untuk memulai kompetisi disamping potensi pemasukan lain dari tiket yang jika melihat dari musim sebelumnya mencapai kisaran sekitar Rp. 4 M dan ditambah pemasukan dari sponsorship serta pengelolaan merchandise yang baik akan dapat untuk menutup biaya operasional club untuk satu musim kompetisi.

Besaran 60.000 anggota perkumpulan pemilik club juga akan membuka potensi bisnis yang luar biasa serta tawaran menggiurkan bagi investor. Hak untuk memperoleh informasi pertama terkait dengan club yang disosialisasikan secara rutin baik melalui pesan singkat, email, ataupun media cetak yang memiliki pelanggan pasti 60.000 orang akan menjadi tawaran yang menggiurkan bagi sponsorship, belum lagi pengelolaan keuangan, ticketting, dan faktor finansial lainnya menjadikan potensi bagi manajemen club untuk menggandeng pihak perbankan.

Pengelolaan yang profesional, pengawasan terhadap pengelolaan oleh suporter akan meningkatkan kinerja Manejemen Club menjadi lebih baik. Investasi besar yang berasal dari luar juga sangat mungkin untuk diundang dalam meningkatkan asset club. Pembangunan Stadion yang terpadu dengan aktivitas masyarakat terkait dengan sepakbola seperti museum, taman bermain, pasar (plaza) atribut, dll menjadi potensi yang sangat besar dan mampu menciptakan pemberdayaan masyarakat terutama di sekitar stadion.

Dan pada akhirnya, satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah komunikasi yang baik dan kesinambungan antara Club dengan Suporter menjadi satu hal yang juga patut untuk dipertimbangkan pada terwujudnya konsep ini, terutama pada Arema Indonesia.



(Makalah ini disajikan pada Dialog Terbuka Kepemilikan Club Berbasis Suporter yang diselenggarakan oleh PP OTODA FH – UB bekerjasama dengan Satubola.)

Membranding Aremania, mungkinkah?

Dalam dunia industri olahraga, terutama sepakbola. Disamping sebagai pemain ke-12 yang secara non-teknis memberikan dukungan dari tepi lapangan, tidak dapat dipungkiri faktor suporter memegang peranan penting. Penggemar fanatik club ini menjadi pasar yang potensial bagi berjalannya industri Sepakbola. Bahkan ketika sebuah sponsorship masuk untuk kedalam sebuah club sepakbola, faktor dukungan dan besaran suporter menjadi salah satu pertimbangan.


Selama ini Logo Sponsor hanya melekat pada Jersey Pemain (Pict : http://j.mp/jT1kzT)
Selama ini, pihak sponsorship tentunya juga mempertimbangkan besaran dan dukungan suporter dalam memberikan sponsor kepada sebuah club. Dalam dunia marketing hal ini tentunya wajar karena terkait dengan seberapa luas branding produk sponsor akan tersebar. Semakin besar dan luas jangkauan suporter sebuah club tentunya branding produk juga akan semakin tersebar luas.

Memang tidak ada jaminan peningkatan penjualan produk tersebut, sebagaimana jika sebuah produsen memasang iklan di layar televisi yang berbeda rate-nya antara jam primetime dengan jam tengah malam misalnya, juga tidak ada jaminan akan terjadi peningkatan penjualan produk yang signifikan jika memasang iklan pada jam primetime yang harganya jauh lebih mahal dibanding pada acara biasa ditengah malam. Namun ekspektasi dengan semakin banyak disaksikan oleh pemirsa, branding produk akan semakin tersebar luas.

Memasang branding atau memberikan sponsor pada sebuah club sepakbola tentunya berbeda dengan memasang iklan pada media cetak/elektronik. Memasang iklan pada media cetak/elektronik bisa diibaratkan hanya sebatas memiliki fungsi publikasi dan sosialisasi bahwa sebuah produk ada dan memiliki keunggulan dibanding produk sejenis lainnya. Sebuah club sepakbola seperti Arema Indonesia menggantungkan keberlangsungannya pada banyak sektor, termasuk diantaranya sektor bisnis dan sponsorship. Ikatan emosional yang kuat antara Arema dengan Aremania tidak hanya sekedar menyebarkan branding sponsor Arema kepada Aremania saja, tapi adanya kesadaran Aremania bahwa pihak sponsor turut menjaga keberlangsungan nafas Arema Indonesia, club yang dicintai akan membentuk image dan opini positif, bahkan kecintaan bagi Aremania terhadap sponsor Arema. Hal ini akan menimbulkan dampak peningkatan secara signifikan penggunaan produk sponsor di kalangan Aremania.

Selama ini, pemasangan logo sponsor hanya terbatas pada jersey yang digunakan pemain dan event-event yang diadakan oleh club dan manajemennya. Secara fisik kemampuan pandang suporter atau penonton di dalam stadion memiliki keterbatasan untuk bisa menyaksikan secara detail logo apa saja yang terpampang pada jersey pemain. Jika pemasangan dilakukan pada A-Board yang mengelilingi lapangan pertandingan, keterbatasan dari berbagai sisi yang berbeda juga akan mengurangi jumlah penonton yang menyimak logo produk tersebut, disamping fokus dan perhatian utama adalah pada bola dan lapangan pertandingan, bukan pada sekitarnya.


Salah satu kaos yg Biasa digunakan Aremania ke Stadion. Masih ada ruang untuk Sponsor. (Pic : http://j.mp/l58Ag4)
Berbeda halnya jika logo sponsor dipasang pada kaos yang digunakan Aremania untuk mendukung Arema. Sudah pasti logo sponsor akan disaksikan secara langsung oleh Suporter yang hadir di Stadion, belum lagi pemirsa yang menyaksikan siarang langsung dari televisi, masih ditambah lagi masyarakat yang melihat suporter pulang dan pergi menuju Stadion, dan tentunya juga keluarga dan orang-orang yang tinggal dilingkungan pemakai kaos tinggal.

Secara hitung2an kasar, Jika satu Kaos bersponsor yang digunakan oleh Aremania dilihat oleh 10 orang yang dilewati dalam perjalanan ke stadion, kemudian di dalam stadion dilihat oleh 3 orang disekelilingnya, selanjutnya dirumahnya dia memiliki 5 orang keluarga, dan ketika mengenakan diluar pertandingan dia berkumpul dengan 10 orang disekitar lingkungannya, maka didapatkan angka 10+3+5+10 = 28 orang penyebaran branding sponsor. Jika Kaos digunakan oleh 10.000 orang suporter saja dari kapasitas Stadion lebih dari 30.000 orang, sudah dicapai 280.000 orang. Belum lagi yang menyaksikan melalui siaran langsung dan ditambah lagi faktor emosional kecintaan Aremania terhadap Arema.

Secara nilai ekonomi, tentunya opsi terakhir dengan memasang logo pada kaos yang digunakan Aremania memiliki nilai ekonomi yang lebih besar bagi produsen. Efek branding akan tersebar secara lebih luas dan lebih melekat pada Aremania. Pertanyaannya adalah apakah Aremania bersedia meluangkan bagian tubuhnya untuk mengenakan kaos bersponsor demi Arema? (lek)


posted on : http://aremasenayan.com/2011/05/07/mem-branding-aremania-mungkinkah.php?preview=true&preview_id=2773&preview_nonce=f00e2e3fd3

Universalitas Aremania

Kreafitias Aremania (sumbergambar : Lintas jatim)
Nek tail arema dan aremania kita seperti melihat miniatur bangsa Indonesia. Ono sing asli Malang yang bangga dengan identitasnya, ono sing pendatang yang ikut bangga dengan lingkungannya. Ono malah sing kadit osi ngomong owoj tapi gak pernah absen ke stadion setiap arema Niam. Di luar Malang, bahkan ada yang tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya di Malang, namun bangga beridentitas sebagai Aremania. Mereka semua bangga dengan identitas dan atribut yang mereka gunakan. Mereka semua mencintai satu hal yang sama. Mereka semua bersatu karena satu alasan.

Hari ini aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing

Yang terlihat disini Arema dan Aremania adalah miniatur dari Indonesia. Seandainya saja warga republik ini memiliki jiwa dan semangat seperti aremania untuk satu Indonesia. Niscaya tidak akan pernah terjadi konflik-konflik yang dengan isu sara yang pernah terjadi di beberapa daerah. Seandainya saja masyarakat republik ini memiliki kedewasaan seperti arema dan aremania, toleransi seperti arema dan aremania, tidak akan pernah ada tawuran suporter.

Beberapa saat yang lalu hingga saat ini, Arema Indonesia seolah menjadi bahan pembicaraan yang tidak ada habisnya. Prestasi Arema Indonesia yang relatif stabil menghuni papan atas klasemen Liga Indonesia sejak musim lalu, di satu sisi menjadi kebanggaan bagi kita semua, dan hal ini berdampak dengan semakin diminatinya setiap pertandingan Arema Indonesia dimanapun berlaga, bahkan pertandingan tandang di beberapa daerah adalah pertandingan dengan rekor penonton terbanyak untuk team lawan.

Disisi lain, kontribusi suporter (Aremania) yang luar biasa, menjadi pangsa pasar tersendiri bagi perekonomian kota Malang (sayang masih belum berimbas banyak ke sponsor). Penjualan segala macam atribut yang terkait dengan Arema Indonesia meningkat drastis, omzet penjual mulai kaos, stiker, mulai yang di jual ritel di pinggir jalan, pasar, distro, kios, bedak, sampai yang di jual online seolah tak pernah lelah menguras kantung pembeli.

Namun, beberapa berita miring sempat menerjang team kebanggaan Aremania ini. Lihat saja beberapa bulan yang lalu ketika majalah tempo melibatkan Arema Indonesia dalam catatan investigasinya mengenai KoruPPSSI kontan menimbulkan reaksi negatif dari berbagai pihak, terlepas investigasi tersebut terdapat beberapa kesalahan data dan ternyata juga tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada beberapa pihak yang berkompeten seperti manajemen Arema Indonesia, sehingga menyebabkan validitas investigasi secara keseluruhan dipertanyakan.

Dampak dari pemberitaan tersebut adalah banyak pihak menganggap Aremania adalah kelompok yang antipati terhadap perubahan yang saat ini sedang didengungkan ditubuh PSSI, meskipun di hampir setiap kesempatan Aremania selalu hadir. Beberapa penolakan yang dilakukan Aremania adalah penolakan terhadap keberpihakan kepada beberapa orang yang terang-terang memiliki ambisi lebih dalam menyuarakan perubahan. Bagi Aremania gerakan Revolusi PSSI adalah gerakan Moral, dan ketika gerakan Moral berubah menjadi gerakan politik untuk kepentingan tertentu, apakah secara moral kita masih harus terlibat didalam gerakan tersebut?.

Menengok Aremania sendiri, di Malang Raya, jauh sebelum musim ISL 2010/2011, Arema dan Aremania telah menjadi subkultur tersendiri bagi masyarakat Malang Raya. Nama team "Arema" yang di artikan sebagai "Arek Malang" telah menjadi identitas bagi masyarakat Malang Raya dimanapun berada. Terlebih lagi dengan bahasa pergaulan yang mereka miliki dan identik atau di kenal dengan boso walikan, seolah mempertegas identitas ini. Namun jika kita tengok lebih dalam lagi, apakah Aremania ini hanya identik dengan masyarakat Malang Raya? ternyata tidak, selain masyarakat asli dari Malang Raya, simpatisan Arema atau yang menyebut dirinya dengan Aremania/ta tidak hanya berasal dari warga asli Malang Raya ataupun keturunan Malang. Banyak kita melihat beberapa orang yang notabene bukan orang Malang, dan bahkan belum pernah ke Malang, adalah Aremania/ta. Suatu fenomena yang unik tentunya, jika Hotman Siahaan, seorang sosiolog Universitas Airlangga yang mengatakan bahwa kultur sepakbola di Indonesia berangkat dari primordialisme (http://beritajatim.com/detailnews.php/5/Olahraga/2010-03-28/60111/Sepakbola_Indonesia_Gamang). Sedangkan dalam pranala Wikipedia secara terminologi dan etimologi memaknai Primordialisme sebagai berikut :

Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

Etimologi

Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan.

Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya.



Melihat pemaknaan diatas, Primordialisme memiliki kecenderungan untuk membentuk sebuah kultur,dan lebih bersifat kedaerahan. Namun yang menjadi perhatian kita adalah, apa yang menjadi magnet bagi sebagian masyarakat dari luar Malang untuk menjadi Simpatisan klub asal kota Malang?

Ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan analisa kita.

Kreatifitas Aremania. Dalam setiap laga kandang dan tandang, dimana Aremania selalu memberikan dukungan dalam bentuk atraksi yang menarik, nyanyian dan lagu2 yang memberikan semangat dan menghibur, tarian yang atraktif.
Sportifitas Aremania. Kalah dan menang adalah bagian dari permainan, dan setiap kemenangan adalah kado terindah bagi Aremania, sedangkan kekalahan bukanlah menjadi alasan untuk membuat ulah dan kerusuhan seperti yang dilakukan beberapa kelompok suporter lain dan uniknya, media seolah-olah sangat hobi sekali untuk mengekspose hal hal semacam ini (kerusuhan suporter) dibanding persahabatan suporter.
Pesan Damai. Aremania selalu membuka tangan lebar-lebar bagi siapapun suporter team Tamu yang berkunjung ke Malang. Dan hal ini tentunya berbalas dengan sambutan meriah mereka jika Aremania berkunjung. Lambat laun, hal ini menjalin persahabatan yang semakin meluas, sehingga hampir di semua tempat di negeri ini, Aremania adalah sahabat yang baik. Mereka datang dengan damai, membeli tiket dengan tertib, dan pulang tanpa meninggalkan jejak kerusuhan.
Dan tentunya masih ada daftar yang lebih panjang untuk menjadi alasannya. Akan tetapi yang dapat kita lihat saat ini, bahwa Aremania tidak hanya mempersempit Indonesia dalam satu stadion Kanjuruhan saja, akan tetapi Aremania telah menerjemahkan arti sebenarnya dari Bhinneka Tunggal Ika. Di dalam stadion kita mendukung team yang berbeda, namun di luar stadion kita adalah saudara. Dan dari sini, dapat kita tarik bahwa lagu "Padamu Negeri" yang dinyanyikan di Kandang Singa setiap Arema akan berlaga tidak hanya menjadi lagu kosong yang hanya sekedar di nyanyikan, akan tetapi bentuk aktualisasinya telah dilakukan dalam pola pemikiran, pola laku, dan pola tindak.

Hari ini aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing. (lek).

posted on : http://aremasenayan.com/2011/04/12/universalitas-aremania.php?preview=true&preview_id=2660&preview_nonce=c59b66c894