Melihat prestasi Tim Nasional sepakbola kita, tentunya patut jika kita selaku warga negara prihatin, malu, kecewa, dan campur aduk perasaan yang lainnya. Meskipun belum pernah menjadi jawara ataupun yang terbaik di pentas dunia, bahkan di Asia, tapi setidaknya kita pernah lebih baik dari beberapa negara yang notabene sekarang lebih baik dari kita, bahkan yang dulunya menjadikan Indonesia sebagai soko guru dalam berbagai hal, termasuk Sepak Bola.
Bukan hanya itu, carut marutnya pelaksanaan kompetisi dalam negeri, pembinaan yang tidak berjalan dengan baik, kerusuhan suporter yang tidak pernah berhenti, infrastruktur yang tidak memadai, dan masih banyak hal lainnya yang menjadi keprihatinan kita.
Keprihatinan itu rupanya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat saja, akan tetapi juga orang nomor satu di negeri ini. Puncaknya, ketika menerima kunjungan Piala Dunia di Jakarta, Presiden berpendapat bahwa permasalahan Sepak Bola sudah menjadi sangat pelik, dan tingkat urgensinya menjadi sangat tinggi untuk diselesaikan. Oleh karenanya, kemudian atas dasar berbagai keprihatinan tersebut, RI I menginstruksikan untuk melaksanakan Kongres Sepak Bola Nasional di Malang.
Pemilihan lokasi di Malang menjadi bagian tak terpisahkan dari instruksi RI I. Sebagai putra daerah yang lahir dan besar di Kota Malang, tentunya saya sangat bangga Bapak Presiden menunjuk Kota Malang sebagai Tuan Rumah pelaksanaan KSN. Namun pertanyaan saya, kenapa harus Malang, sementara banyak tempat dan banyak daerah yang memiliki aksesibilitas, fasilitas, infrastruktur, sarana dan prasarana yang jauh lebih memadai, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, atau yang lain. Mereka memiliki Bandara yang lebih bagus, memiliki hotel berbintang yang lebih baik untuk menampung para pejabat yang direncanakan akan dihadiri oleh Presiden Sendiri, Jajaran Kabinet, Para Gubernur, Pengusaha, dan juga pemerhati dan stake holder sepak bola lainnya. Dan satu lagi, Presiden juga mengagendakan untuk menyaksikan secara langsung laga kandang Arema Indonesia yang kebetulan (dengan sedikit modifikasi jadwal) akan bertanding melawan Laskar Sipitung Persitara Jakarta Utara. Toh, kalau hanya untuk menyaksikan pertandingan Sepak Bola ISL, setiap saat Presiden bisa berangkat ke GBK Senayan untuk menyaksikannya, tentunya Jakarta sebagai Ibu Kota akan lebih siap dengan berbagai protokoler standart pengamanan VVIP. Namun, kenapa harus Malang?
Pikiran usil saya menjawab, barangkali Presiden kangen dengan sayur lodeh, atau barangkali Presiden penasaran mendengar kreatifitas suporter Arema (Aremania) sekaligus tingginya nasionalisme Aremania yang selalu menyanyikan lagu Padamu Negeri setiap akan mengawali laga (dan ini hanya ada di Kandang Singa), atau barangkali presiden tertarik melihat barisan ular-ularan sehingga beliaupun ingin ikut mengantri tiket, atau barangkali lagi Presiden melihat bahwa Malanglah yang layak untuk menjadi barometer sepakbola Nasional, karena saat ini beberapa Klub asal Malang telah membuktikan prestasinya, Arema Indonesia dengan Young Guns nya masih di puncak klasemen, Persema juga masih di papan atas (meskipun sedikit bergeser ketengah), Metro FC Persekam Kabupaten Malang, juga sukses menjuarai Divisi I, dan di tambah lagi Malang Raya mempunyai suporter yang fanatik tapi tidak anarkis, yang selalu memenuhi stadion tapi tidak dengan tiket diskon apalagi Bondo Nerombol.
Dan masih banyak hal lagi yang bisa menjadi dasar dipilihnya Malang sebagai tuan rumah KSN. Dan saya tidak ingin menyimpulkan, tetaplah pikiran kreatif kita bebas, tetaplah kita masing-masing mempunyai alasan tersendiri kenapa harus Malang, yang harus menjadi perhatian kita bersama sekarang bukan lagi kenapa harus di Malang, tetapi bagaimana KSN bisa menghasilkan rekomendasi yang tok cer untuk PSSI agar tidak terus menerus mempermalukan bangsa ini dengan kekalahan dan kekalahan.
Yang harus kita perhatikan lagi adalah mengawal hasil-hasil KSN agar benar-benar dilaksanakan oleh PSSI, sehingga KSN yang sudah dari jauh-jauh hari ramai di gembar gemborkan, yang dari jauh-jauh hari marak diberitakan dan di bahas dalam berbagai kolom, debat, dan topik khusus tidak hanya menjadi Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya. Hanya ramai di permukaan, dan kosong pada tahap pelaksanaannya. Itulah yang menjadi tugas kita semua, tetap mengawal segala hasil dari proses KSN.
Salam 1 Jiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak Komen....