Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI, Indonesia
Abdullah Hariri (Hamba Allah yang lembut) demikian bapakku berharap seperti apa aku. Kakekku yang bijakpun tak lupa menyertakan harapannya terhadapku dengan menghadiahkan sebuah nama Moenir (yang bersinar terang). Lahir dan besar di tanah pemberani, dibesarkan oleh seorang penjual minyak tanah yang bijak,menjadi piatu sejak usia 2 tahun, namun tak pernah lepas dari kasih sayang orang tua...

15 Januari 2011

Semua Orang Penting

Sebuah kisah lama, saya lupa siapa yang menceritakannya, tapi kisah ini begitu inspiratif, dikisahkan sebagai berikut :

Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Malang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Di sampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.

”Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?”, tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke-2”, jawab ibu itu.

”Wow, hebat sekali putra ibu”, pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahunya, pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.
”Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang ke-2 ya bu? Bagaimana dengan kakak adik-adiknya?”

”Oh ya tentu”, si Ibu bercerita:
”Anak saya yang ke-3 seorang dokter di Malang, yang ke-4 kerja di perkebunan di Lampung, yang ke-5 menjadi arsitek di Jakarta, yang ke-6 menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke-7 menjadi Dosen di Semarang.”

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak ke-2 sampai ke-7.

”Terus bagaimana dengan anak pertama ibu?”

Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ”Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja, nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu……kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedangkan dia cuma menjadi petani.“

Dengan tersenyum ibu itu menjawab, ”Ooo, tidak, tidak begitu nak…justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”

14 Januari 2011

Negeri yang Bikin Sakit Hati (Oleh : Reza Ervani)

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Karena pemimpinnya sudah tak lagi punya nurani
Diganti, dijual dengan posisi sebuah kursi
Dan rakyat lugu yang selalu diimingi janji-janji

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Punya presiden yang jagonya cuma basa-basi
Yang dipikirkan hanya pencitraan diri
Dan sensasi apa buat tivi besok pagi

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Menterinya bilang setahun PLN tak pernah mati
Padahal lilin di warung pun tak tersisa lagi
Tambah stressnya data hilang mahasiswa yang sedang skripsi

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Polisi, Hakim dan Jaksa bisa dibeli
Maling ayam dan pencopet digebuki
Sementara mafia di penjara dapat ruang Vi Ai Pi

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Internet mahal dan operator monopoli
Sementara sang menteri sibuk ngurusin Blekberi
sambil update twitteran tiap hari

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Pidato pejabatnya tentang peningkatan ekonomi
Tapi harga cabe melambung tak terbeli
Sementara petani tetap miskin gigit jari

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Dinas Pendidikannya bikin RSBI
Biaya kuliah semakin tinggi
Sekolah tinggi hanya untuk jadi pegawai negeri

Negeri yang Bikin Sakit Hati
TKI di luar negeri disiksa sampai mati
Budaya bangsa dibajak tetangga sendiri
Presidennya malah sibuk bikin lagu nyaingin selebriti

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Bahkan politikpun masuk ke PSSI
Bikin timnas mandul prestasi
Lalu sibuk bikin naturalisasi

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Orang pajak sibuk bikin promosi
Orang pajak pula yang korupsi
Kataya di penjara tapi bisa nonton tenis di Bali

Negeri yang Bikin Sakit Hati
Jangan tanya kenapa sama penulis puisi ini
Tanya saja sama Aburizal Bakri atau Ibu Ani
Yang pengen jadi presiden baru nanti